Suicide, Pembunuh Dalam Sunyi


Seseorang, di suatu tempat, melakukan percobaan bunuh diri setiap 18 menitnya. Kita mungkin tidak akan bisa menebak siapa. Dalam kesunyian yang tidak pernah kita duga, berapa banyak keluarga, teman, sahabat yang dikejutkan dengan kabar bunuh diri? Bunuh diri seperti wabah yang dapat menyerang setiap orang dalam diam.

Di Indonesia, setiap 100.000 penduduk setidaknya ada 13 orang yang mati karena bunuh diri. Rasionya mungkin terbilang tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara seperti Hungaria, China, Korea ataupun untuk negara bagian ASEAN seperti Thailand. Semetara itu tidak ada rasio yang pasti untuk kasus bunuh diri pada anak di Indonesia. Tapi kita tidak bisa menjadi buta dan tuli, bahwa kenyataannya setiap tahun selalu ada remaja yang mati karena bunuh diri dan hal ini selalu meningkat.

Indonesia bukannya tidak peduli. Baru 10 September kemarin sebagai peringatan hari pencegahan bunuh diri dunia, banyak badan yang menggratiskan konsultasi kejiwaan. Tidak hanya itu, ada banyak gerakan-gerakan pencegah bunuh diri. Namun, seolah hal tersebut tidak cukup dalam menekan kasus bunuh diri, khususnya pada remaja.

Bunuh diri adalah suatu tindakan mengakhiri kehidupannya secara sengaja. Mungkin kita pernah berpikir, kenapa seseorang bisa sebegitu bodohnya mengakhiri hidup mereka. Atau melihat masalah yang mereka alami hanyalah sepele. Atau kenapa yang lain saja bisa melaluinya padahal masalahnya lebih berat. Saya setuju. Tapi, bunuh diri bukan suatu tindakan yang tiba-tiba muncul dipemikiran seseorang. Seseorang sampai benar-benar berada pada tahap kehilangan nyawa sebenarnya melalui serangkaian proses yang cukup panjang yang mungkin tidak kita ketahui atau sadari.

Seperti kasus yang baru saja terjadi kemarin, 18 September di Malang. Seorang remaja laki-laki berinisial TEP ditemukan tewas gantung diri di rumahnya. TEP mengakhiri hidupnya hanyalah karena persoalan asmara. Saudara TEP mengatakan sebelum kejadian, ia sempat mengirim pesan perpisahan kepada seorang perempuan yang diduga sebagai kekasihnya. Tante TEP sendiri sempat terkejut karena merasa semuanya baik-baik saja.

Tapi, apa mungkin seseorang memutuskan bunuh diri hanya karena putus cinta atau disakiti kekasihnya? Atau ada hal yang tidak terbaca oleh mata kita? Pada kasus TEP, ternyata tantenya mengatakan, ia adalah seorang yang pendiam, tidak pernah bercerita tentang apapun dan sangat tertutup. Kasus TEP hanyalah satu dari sekian contoh kasus bunuh diri pada remaja karena alasan asmara.

Sebegitu lemahkah remaja bangsa sehingga mudah sekali memutuskan untuk bunuh diri. Bagaimana ia bisa menghadapi tantangan yang lebih besar nanti. Mungkin itu yang kita pikirkan. Tapi, kita tidak bisa menilai ketahanan seseorang terhadap suatu masalah begitu saja. Kadang, banyak hal yang tidak kita sadari yang bisa menjadi bibit awal seseorang untuk melakukan bunuh diri. Ucapan yang keluar tanpa disadari seperti, "aku mau mati saja rasanya", "males idup", "ga ada gunanya juga aku hidup", bahkan candaan seperti, "apa ya rasanya nyayat tangan", juga hal yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Ucapan-ucapan tersebut sudah masuk pada kecendrungan seseorang untuk melakukan bunuh diri.

Sebelum kita menilai apa yang terjadi pada mereka, coba kita bayangkan berada pada posisi mereka. Berapa malam yang mereka habiskan sendiri, dalam diam, dalam teriakan yang tak bersuara, menyuarakan kesakitan sebelum akhirnya berfikir untuk mengakhiri hidup untuk pertama kali. Sebelum akhirnya mencoba melakukan bunuh diri dengan menyayat tangan untuk pertama kalinya. Hal tersebut tentu saja melalui proses yang cukup lama sampai mereka benar-benar berani untuk mengakhir hidup.

Faktanya dari 100 remaja, 60 diantaranya memiliki pikiran untuk bunuh diri dan hanya 3% yang benar-benar 'berhasil' melakukan bunuh diri. Hal ini menunjukkan, bunuh diri dapat dicegah dan setiap orang, diri kita sendiri memiliki peran dalam mencegahnya. Kita harus membuka mata lebih lebar, mendengar lebih tajam untuk menyadari apa yang terjadi disekitar kita. 



#TantanganODOP2 #OneDayOnePost #Odopbatch6 #nonfiksi

Posting Komentar

0 Komentar