Melihat perkembangan pendidikan di Indonesia, sepertinya sudah semakin pesat. Sekolah gratis, beasiswa dimana-mana, bagi yang kurang mampu atau siswa berprestasi dan masih banyak program bantuan dari pemerintah. Kita tentu bisa menilai jelas, betapa pedulinya pemerintah dengan tingkat pendidikan di Indonesia. Namun, apakah hanya memberikan pendidikan setinggi-tingginya cukup?
Jika kita melihat pesatnya perkembangan pendidikan di Indonesia, harusnya bisa membawa negera kita semakin maju, bukan? Namun, nyatanya meskipun banyak kaum berpendidikan tinggi, tidak menurunkan angka korupsi, suap, nepotisme atau bahkan hal kecil seperti buang sampah sembarangan. Tak kunjung surutnya permasalahan seperti ini, harusnya kita bertanya-tanya, apakah ada yang salah dengan pola pendidikan bangsa kita.
Melihat pola pendidikan sekarang, lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat duniawi. Sehingga banyak sekali orang-orang yang dituntut untuk menjadi pintar namun sangat lemah dalam hal budi pekerti. Padahal budi pekerti atau kerennya disebut attitude adalah hal yang lebih penting. Lemahnya dalam budi pekerti inilah yang menyebabkan banyaknya orang yang pintar namun kurang peduli dengan orang lain.
Jika seperti ini, siapa yang harus disalahkan. Apakah tenaga pengajar atau para pelajar? Menurut saya tidak kedua. Yang paling harus disalahkan adalah sistem. Sistem dalam dunia pendidikan adalah termasuk pemerintah, tenaga penjamin mutu pendidikan, menteri pendidikan, dinas pendidikan, tenaga pengajar dan para pelajar. Semua punya andil dalam menentukan suksesnya pendidikan bangsa.
Ada sebuah analogi menarik tentang sistem. Sistem itu diibaratkan sebuah tim basket. Sebuah tim pasti punya tujuan, yaitu mencetak skor dan memenangkan pertandingan. Namun dalam mencapainya harus dilakukan perencanaan dan strategi pertandingan. Agar strategi tersebut dapat berjalan lancar agar tujuan tercapai maka seluruh anggota tim harus bekerja sama secara maksimal. Semua anggota punya perannya masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka agar mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan.
Nah, jika kita perhatikan analogi ini sama seperti sistem pendidikan. Jika harus menyalahkan pendiidkan bangsa, kita tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah, atau guru atau hanya pelajarnya saja. Tetapi, kita harus melihat keseluruhan kerjasama dalam sebuah sistem pendidikan itu sendiri.
Pertama yang harus sangat diperhatikan adalah tujuan. Apa tujuan dari pendidikan itu sendiri. Apakah hanya menghasilkan anak-anak yang cerdas saja? Tentu tidak, kan. Tujuan pendidikan harusnya kita sesuaikan dengan nilai ideologi negara kita, yaitu pancasila. Tujuan yang sesuai adalah menghasilkan anak-anak yang cerdas, berketuhanan, adil dan bermusyawarah. Jika tujuan telah ditetapkan maka harus dibuat strategi pendidikan yang mengarah pada seluruh aspek tujuan tersebut. Porsinya harus sangat pas. Sehingga, tidak bisa dalam sebuah pendidikan hanya dibuat program dalam meningkatkan kecerdasan siswa. Jika seperti ini, wajar saja jika tujuan pendidikan dalam memajukan bangsa tidak akan pernah terwujud.
Setelah dibuat strategi dan perencanaan yang matang, tentu harus ada kerjasama dari seluruh orang yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut. Apa peran pemerintah, bagaimana menteri memberikan konsep, peran penjamin mutu dalam menilai dan meningkatkan kinerja pengajar, bagaimana peran pengajar dalam mencapai tujuan tersebut dan bagaimana seharusnya siswa bertindak dan bagaimana orangtua membantu anak mereka dalam memahami hal tersebut. Seluruh hal ini jika dilakukan dengan baik oleh seluruh anggota yang berperan tentu akan dapat mencapai cita-cita bangsa kita.
Sistem pendidikan negara kita masih menjadi pr yang cukup panjang. Semua itu tentu menuntut kesadaran diri kita sendiri. Apakah kita sudah benar-benar melakukan semua itu dengan matang dan profesional.
Edukasi adalah senjata yang paling dasyat dalam mengubah dunia - Nelson Mandela
1 Komentar
Mbak nefilia, masih ingat saya?
BalasHapus