"Dasar anak autis!"
"Anak autis, anak autis."
"Autis ih kamu!"
Ingat tidak kata-kata ini waktu kita kecil dulu? Seberapa sering kita mendengar kata "anak autis" sebagai lelucon untuk menghina atau sekedar bercana kepada teman? Atau anda sendiri pernah menggunakan kata tersebut?
Tapi, tahukan anda apa sebenarnya arti autis itu sendiri?
Autisme berasal dari kata autos yang artinya self. Maksudnya adalah menarik diri secara ekstrim dari kehidupan sosial ke kehidupan sendiri. Gambarannya seperti ini, bayangkan anda adalah seorang ibu yang memiliki anak berusia 2 tahun. Anak anda tidak mau dipeluk, memandang, atau merespon sentuhan-sentuhan yang anda berikan. Anak tidak mau berkomunikasi dengan anda ataupun orang lain. Seiring bertambah usia, ia jarang bicara dan apabila bicara, cara bicaranya aneh.
Anak pun tidak menggunakan ekspresi wajah untuk menyatakan perasaannya. Tidak ada senyuman, anggukan kepala, gelengan atau tidak berhenti sejenak dari kegiatannya bermain untuk memandang anda. Ia juga tidak mengerti makna ekspresi wajah yang ibu berikan. Dengan bertambahnya usia, ia akan semakin terlihat "terisolasi secara sosial" dan hanya asyik dengan dunianya sendiri dan aktivitas ritual yang selalu dilakukannya. Apabila diinterupsi maka ia akan sangat marah dan kecewa, mungkin juga menunjukan tantrum.
Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang bermasalah pada interaksi sosial dan komunikasi serta perilaku terbatas yang berulang-ulang. Autisme yang sering kita jumpai sebenarnya adalah jenis Autism Spectrum Disorder (ASD) yang merupakan salah satu dari beberapa Pervasive Developmental Disorder (PPDs).
Lalu bagaimana panggilan yang benar untuk mereka agar tidak terkesan menghina atau negatif. Panggillah mereka, "anak dengan autis" kita hanya perlu menambahkan kata dengan diantara kata anak autis, tapi memberikan kesan yang lebih baik.
Banyak sekali ditemukan mereka yang masih belum paham tentang anak dengan autis. Ada yang memandang mereka rendah, aneh, aib keluarga, bahkan bahan ejekkan. Anak dengan autis sering dikucilkan, keluarganya dijauhi dan lebih parah didaerah perkampungan, anak dengan autis di kerangkeng. Hal tersebut karena kurangnya pengetahuan mereka tentang anak dengan autis.
Anak dengan autis sangat membutuhkan perhatian khusus. Di Indonesia, angka anak dengan autis meningkat setiap tahunnya. Pemerintas sebenarnya telah memberikan fasilitas perawatan untuk anak dengan autis yang ditanggung BPJS. Namun, sayangnya untuk tenaga ahli dibidang tersebut belum mencakup seluruh daerah, hanya dikota-kota besar saja. Selain itu fasilitas yang ditawarkan pun belum memadai. Jika para orang tua ingin fasilitas yang lengkap tetap harus ke rumah sakit atau klinik swasta.
Meskipun penanganan anak dengan autism masih sulit, ada hal yang bisa kita lakukan untuk ikut berperan dalam memberikan perhatian khusus untuk anak dengan autis. Pertama, pahamilah dasar gangguang autisme, karena ada beberapa perlakuan yang tidak bisa kita berikan pada anak dengan autis. Kedua, terima anak dengan autis seperti anak lainnya. Kita justru harus memperlakukan mereka dengan istimewa. Ketiga, beri mereka dukungan sosial dan emosional. Meskipun anak dengan autis tidak memahami stimulus emosional bukan bearti kita mengucilkan atau memperlakukan mereka dengan buruk. Keempat, beri tahu pada keluarga, saudara, teman bahkan anak kita tentang bagaimana memperlakukan anak dengan autis. Jika kita melihat ada orang lain yang memperlakukan anak dengan autis dengan buruk, tegur mereka dengan baik.
"Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah." (Q.S. As-Shad: 27)#komunitasonedayonepost #ODOP_6
1 Komentar
Ya, memang masyarakat banyak yg salah kaprah dengan istilah autis.
BalasHapusIni sangat disayangkan